Setidaknya 2.000 orang masih tertimbun reruntuhan

Warga Palestina berduka atas kerabat mereka yang tewas dalam pemboman Israel di Jalur Gaza di depan kamar mayat di Deir el-Balah pada 6 November 2023 [Hatem Moussa/AP Photo]
JALUR GAZA – Lebih dari 10.000 orang telah terbunuh dalam 31 hari serangan Israel yang tiada henti di Jalur Gaza, menurut pejabat kesehatan Palestina, tanpa ada tanda-tanda gencatan senjata di wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Dilansir Al Jazeera, Senin (6/11/2023), Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi sedikitnya 10.022 warga Palestina, termasuk 4.104 anak-anak.
Dengan banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan dan pengepungan Israel yang menutup akses terhadap barang-barang penting seperti bahan bakar, makanan dan listrik.
“Jumlah (korban tewas) diperkirakan akan meningkat karena setidaknya 2.000 orang masih tertimbun reruntuhan. Masalahnya adalah, dengan kurangnya alat berat dan mesin, tim penyelamat di lapangan tidak dapat mengeluarkan mayat-mayat ini dari bawah reruntuhan,” demikian laporan koresponden Al Jazeera Hani Mahmoud melaporkan dari Khan Younis di Gaza selatan.
Jumlah orang yang terluka sejak dimulainya pemboman pada 7 Oktober telah meningkat menjadi 25.408 orang, kata juru bicara Kementerian Kesehatan, seraya menambahkan bahwa Israel telah melakukan 18 serangan dalam beberapa jam terakhir, menewaskan 252 orang.
Meskipun Israel telah berjanji untuk menghancurkan kelompok bersenjata Hamas yang melakukan serangan terhadap Israel selatan pada 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.400 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, namun kondisi kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik kritis di bawah pemboman terus-menerus dari Israel.
Kehabisan persediaan bahan bakar, 16 dari 35 rumah sakit di Gaza terpaksa menghentikan operasinya karena jumlah orang yang terluka meningkat dan PBB mengatakan bahwa lebih dari 1,5 juta orang, atau lebih dari separuh populasi Gaza, telah mengungsi.
Ketika kondisi di Gaza semakin memburuk dan jumlah korban tewas terus meningkat, seruan untuk mengakhiri pertempuran pun semakin meningkat.
Resolusi PBB Diabaikan
Pada akhir Oktober, Majelis Umum PBB memberikan suara terbanyak untuk mendukung resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera.
Baik Israel maupun sekutu terkuatnya, Amerika Serikat, menolak seruan gencatan senjata, dengan mengatakan bahwa diakhirinya pertempuran akan memberikan waktu bagi Hamas untuk berkumpul kembali.
Amerika menyatakan akan mendukung penghentian sementara pertempuran agar bantuan lebih banyak bisa masuk ke Gaza, namun Israel kurang menunjukkan antusiasme terhadap gagasan ini.
Ketika Israel meningkatkan operasi darat di Gaza dan melanjutkan kampanye serangan udaranya, warga Palestina khawatir bahwa konflik ini tidak akan berakhir.
“Apakah kamu menikmati… film horor ini?” Zak Hania, warga kamp pengungsi al-Shati, bertanya kepada para pemimpin dunia dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera.
“Berapa banyak orang yang perlu mati, [perlu] dibunuh, demi rakyatnya, demi dunia, agar para pemimpin dunia bisa bergerak untuk melakukan sesuatu? Kami meminta gencatan senjata. Kami semua adalah warga sipil,” imbuhnya. (ajz/red)