Perawatan khusus untuk pasien kanker, seperti kemoterapi dan pengobatan yang menggabungkan beberapa obat, (sudah) tidak dapat diberikan
Pasien dan pengungsi internal di Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza pada 10 November 2023 [Khader Al Zanoun/AFP]
JALUR GAZA – Duduk di kursi rodanya, Saida Barbakh melihat sekeliling ke ruang kelas yang penuh sesak di sekolah yang dikelola PBB di Khan Younis yang merupakan rumahnya saat ini. Dia menghela nafas dalam-dalam.
Obat pasien kanker tulang berusia 62 tahun itu telah habis beberapa hari sebelumnya. Dia telah dirawat di Rumah Sakit Al Makassed di Yerusalem Timur yang diduduki, dan setelah operasi yang sukses namun rumit, dia kembali ke Jalur Gaza pada tanggal 5 Oktober, dua hari sebelum perang dimulai.
“Saya seharusnya kembali setelah dua minggu untuk pemeriksaan kesehatan. Saya tidak menyangka keadaan akan mencapai tingkat bahaya seperti ini,” ujar Saida Barbakh, seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (14/11/2023).
Sekolah-sekolah yang dikelola PBB, tempat 725.000 pengungsi Palestina berlindung dari pemboman Israel yang tak henti-hentinya selama lebih dari sebulan, jauh dari ideal untuk menampung pasien yang sakit.
Kurangnya listrik, air bersih yang mengalir, makanan dan tempat tidur, serta fasilitas kamar kecil yang tidak memadai, menjadikan sekolah-sekolah menjadi tempat berjangkitnya penyakit, terutama infeksi saluran pernafasan, diare dan ruam kulit.
“Saya merasa membutuhkan perawatan dan tidur dan saya tidak bisa banyak bergerak dengan kursi roda ini,” kata Barbakh. Menurutnya, hidup dalam perang melawan kanker yang buruk dan menyakitkan ini sungguh mengerikan.
Barbakh, yang berasal dari kota Bani Suhaila di sebelah timur Khan Younis, awalnya menjalani masa pemulihan di Rumah Sakit Persahabatan Turki-Palestina, satu-satunya rumah sakit untuk pengobatan kanker di Jalur Gaza.
Namun rumah sakit tersebut terpaksa menutup layanannya pada 1 November, setelah kehabisan bahan bakar akibat blokade Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza.
Bangunan itu juga mengalami kerusakan parah akibat serangan berulang-ulang Israel di daerah sekitarnya, kata Kementerian Kesehatan. Lebih dari 11.000 warga Palestina telah tewas dalam pemboman Israel di Gaza sejak 7 Oktober.
Barbakh termasuk di antara 70 pasien kanker yang dievakuasi dari rumah sakit untuk pergi ke selatan, namun setelah rumahnya rusak akibat pemboman Israel -mengubah sebagian besar wilayah tersebut menjadi kota hantu- dia dan keluarganya tidak punya pilihan selain tinggal di tempat penampungan. Sekolah.