Nestapa Pasien Kanker di Gaza, Kemoterapi dan Obat-obatan pun Sudah Tak Ada

Fasilitas kesehatan di Jalur Gaza telah terbebani oleh blokade Israel selama 16 tahun. Sebelum tanggal 7 Oktober, kata Sukeyk, dia menyerahkan kepada Kementerian Kesehatan sekitar 1.000 rujukan medis bagi pasien kanker setiap tahun untuk mendapatkan perawatan dan perawatan yang tepat di rumah sakit yang lebih khusus di luar wilayah yang dikepung.

Pasien dan keluarga mereka harus mengajukan permohonan izin medis, yang hanya dapat disetujui oleh Administrasi Koordinasi dan Penghubung Israel. Secara keseluruhan, sekitar 20.000 pasien per tahun meminta izin dari Israel untuk meninggalkan Jalur Gaza untuk mendapatkan layanan kesehatan sebelum perang, hampir sepertiga dari mereka adalah anak-anak.

Reem Asraf, penderita kanker tiroid, juga sudah kehabisan obat. Dia seharusnya dirawat di Rumah Sakit Al Makassed di Yerusalem Timur, namun penyeberangan Beit Hanoon, yang dikenal sebagai Erez bagi orang Israel, di utara belum berfungsi sejak 7 Oktober.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Israel menyetujui sekitar 63 persen permohonan keluar medis ini pada tahun 2022.

Semuanya terhenti. Rumah sakit yang penuh sesak karena tingginya jumlah warga Palestina yang terluka akibat serangan Israel telah mulai mengeluarkan pasien kanker untuk memberi ruang bagi mereka yang terluka.

Sukeyk mengatakan, beberapa pasien kanker yang menunggu izin berobat sudah meninggal dunia, namun belum bisa memastikan jumlah pastinya karena kisruh perang.

“Jika seorang pasien tidak mendapat pengobatan, maka penyebaran kanker di tubuhnya tidak bisa dihindari dan dia akan meninggal,” ujarnya.

Asraf menjalani dua operasi termasuk satu operasi pengangkatan tumor di lehernya, namun memerlukan perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut.

“Saya tidak dapat bergerak atau bahkan berdiri karena kesehatan saya yang memburuk dan kurangnya obat penghilang rasa sakit yang diperlukan untuk kondisi saya,” katanya, berbicara dari Khan Younis setelah dia mengungsi dari rumahnya di Kota Gaza.

“Dalam menghadapi kematian dan kehancuran, kata-kata tidak dapat menggambarkan penderitaan yang kami alami sebagai pasien kanker,” imbuhnya. (red)

SUMBER: AL JAZEERA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *