Sejak minggu pertama serangan Israel, semua pompa bensin dan bahan bakar di sekitar Jalur Gaza telah ditutup.
Israel telah melarang masuknya bahan bakar dari Mesir dan mengancam akan menargetkan setiap truk bahan bakar atau bantuan yang memasuki wilayah tersebut melalui perbatasan Rafah tanpa persetujuan sebelumnya.
Selain menyebabkan krisis transportasi dan menghambat kerja lembaga bantuan di wilayah yang terkena dampak bencana, pelarangan bahan bakar pada akhirnya menyebabkan krisis yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan sehari-hari warga.
Setelah kehabisan gas untuk memasak, mayoritas warga kini mengandalkan batu bara dan kayu untuk membuat api memasak.
“Semuanya telah berubah dalam aktivitas hidup kami sehari-hari. Kami meninggalkan rumah kami dan membiarkan semuanya normal. Saya punya gas untuk memasak di rumah saya di Kota Gaza, tapi siapa yang bisa kembali dan membawanya sekarang? Tank-tank tersebut mengepung lingkungan kami,” kata Aklouk.
“Kita sudah lupa betapa mudahnya hidup kita dibandingkan sekarang. Ketika dunia menganggap remeh mobil, kita tidak bisa menemukan alat transportasi apa pun selain gerobak, dan alih-alih memasak gas, kita sekarang memasak dengan kayu dan batu bara,” tambah.
Pada hari Rabu, Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (Unrwa) mengatakan pihaknya menerima 23.027 liter bahan bakar dari Mesir di bawah pembatasan ketat yang diberlakukan oleh otoritas Israel.
Jumlah tersebut hanya akan digunakan untuk mentransfer bantuan dari Rafah ke wilayah lain di Gaza, kata Unrwa.
Badan PBB tersebut menambahkan bahwa jumlah tersebut hanya mewakili sekitar sembilan persen dari kebutuhan hariannya untuk melanjutkan aktivitas penyelamatan nyawa di Jalur Gaza.
“Penggunaan bahan bakar sebagai senjata perang harus segera dihentikan,” katanya. (mee/red)
SUMBER: MIDDLE EAST EYE