Wabah Besar Mengancam Gaza, WHO: Lebih Bahaya dari Pemboman Israel

Rumah Sakit Al-Shifa menjadi reruntuhan setelah serangan Israel [File: Mohammed Hajjar/AP]

JENEWA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, lebih banyak orang bisa meninggal karena penyakit dibandingkan akibat pemboman (oleh Israel) di Jalur Gaza jika sistem kesehatan dan sanitasi tidak diperbaiki.

Infrastruktur penting di wilayah yang terkepung telah dilumpuhkan oleh kekurangan bahan bakar dan pasokan serta serangan yang ditargetkan terhadap rumah sakit dan fasilitas PBB sejak Israel melancarkan serangan ke Gaza pada 7 Oktober.

“Pada akhirnya kita akan melihat lebih banyak orang meninggal karena penyakit dibandingkan akibat pemboman jika kita tidak dapat memulihkan sistem kesehatan ini,” kata Margaret Harris, juru bicara WHO, saat berbicara pada sebuah pengarahan di Jenewa, Selasa (28/11/2023), seperti dilansir Al Jazeera.

Dia menggambarkan runtuhnya Rumah Sakit al-Shifa di Gaza utara sebagai sebuah tragedi dan menyuarakan keprihatinan tentang penahanan beberapa staf medisnya oleh pasukan Israel yang mengambil alih kompleks tersebut awal bulan ini.

Ia juga mengulangi kekhawatirannya mengenai peningkatan wabah penyakit menular di Gaza, khususnya penyakit diare.

Mengutip laporan PBB mengenai kondisi kehidupan para pengungsi di Gaza utara tidak ada obat-obatan, tidak ada kegiatan vaksinasi, tidak ada akses terhadap air bersih dan kebersihan serta tidak ada makanan.

Risiko wabah besar

Semua layanan sanitasi utama telah berhenti beroperasi di Gaza, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya lonjakan besar penyakit gastrointestinal dan penyakit menular di kalangan penduduk setempat -termasuk kolera.

Bagi 2,3 juta penduduk Gaza, setengahnya adalah anak-anak, hampir mustahil mendapatkan air minum.

Kekurangan air minum meningkatkan risiko penyebaran penyakit pencernaan di Jalur Gaza [File: Ibrahim Abu Mustafa/Reuters]

WHO telah mencatat lebih dari 44.000 kasus diare dan 70.000 infeksi saluran pernapasan akut, namun jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.

Badan kesehatan PBB mengatakan mereka sangat khawatir bahwa hujan dan banjir menjelang musim dingin akan memperburuk situasi yang sudah mengerikan.

James Elder, juru bicara badan anak-anak PBB di Gaza, mengatakan kepada wartawan melalui tautan video bahwa rumah sakit penuh dengan anak-anak yang menderita luka perang dan gastroenteritis karena meminum air kotor.

“Mereka tidak memiliki akses terhadap air bersih dan ini melumpuhkan mereka,” katanya.

Richard Brennan, direktur darurat regional WHO untuk wilayah Mediterania Timur, mengatakan kepada Al Jazeera awal bulan ini, jika tidak ada perubahan, akan semakin banyak orang yang jatuh sakit dan risiko wabah besar akan meningkat secara dramatis.

Gencatan senjata saja tidak cukup

Meskipun perjanjian gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas, yang diperpanjang dua hari setelah perjanjian tersebut akan berakhir pada Selasa pagi (waktu setempat), Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan tidak ada bahan bakar yang tiba untuk generator di rumah sakit di utara wilayah tersebut.

Pejabat PBB Tor Wennesland memperingatkan situasi kemanusiaan masih merupakan bencana besar.

”Hal ini membutuhkan masuknya bantuan dan pasokan tambahan secara mendesak dengan cara yang lancar, dapat diprediksi, dan berkelanjutan untuk meringankan penderitaan warga Palestina yang tak tertahankan di Gaza,” kata koordinator khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah.

Walikota Kota Gaza Yahya al-Siraj mengatakan bahwa tanpa bahan bakar, wilayah tersebut tidak dapat memompa air bersih atau membersihkan sampah yang menumpuk di jalan-jalan, dan memperingatkan potensi bencana kesehatan masyarakat.

Pembersihan sedang dilakukan di Al-Shifa, yang merupakan rumah sakit terbesar di Gaza. “Kami berharap mereka dapat segera melanjutkan aktivitasnya,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Mahmud Hammad.

Pemboman Israel telah menewaskan lebih dari 14.800 warga Palestina, termasuk 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita, menurut otoritas kesehatan di wilayah tersebut. (ajz/red)

SUMBER: AL JAZEERA DAN KANTOR BERITA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *