
Ruang gawat darurat di rumah sakit Al Shifa, Kota Gaza. (Foto: Samantha Maurin /MSF)
JALUR GAZA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan kondisi yang mengkhawatirkan di Rumah Sakit Al-Shifa, pusat medis terbesar di Gaza, dan menggambarkan unit gawat daruratnya sebagai “pertumpahan darah”.
Dilansir kantor berita Palestina WAFA pada Minggu (17/12/2023), rumah sakit kewalahan menangani ratusan pasien yang terluka, kata WHO, seiring dengan bertambahnya kasus baru setiap menitnya. Pasien trauma dirawat di lantai karena kurangnya ruang, dan pilihan manajemen nyeri terbatas.
“Unit gawat darurat sangat ramai sehingga petugas kesehatan harus berhati-hati untuk tidak menginjak pasien di lantai. Pasien kritis dipindahkan ke Rumah Sakit Al-Ahli Arab untuk operasi yang diperlukan,” sebut WHO.
Puluhan ribu pengungsi mencari perlindungan di dalam dan sekitar rumah sakit, menyoroti kebutuhan mendesak akan respons kemanusiaan yang komprehensif untuk menyediakan sumber daya penting seperti makanan, air, dan tempat tinggal bagi mereka.
Krisis kemanusiaan semakin diperburuk dengan kekurangan makanan dan air bersih yang parah bagi petugas kesehatan, pasien, dan pengungsi di Rumah Sakit Al-Shifa.
WHO mengatakan pihaknya berkomitmen untuk memperkuat Rumah Sakit Al-Shifa dalam beberapa minggu mendatang untuk memulihkan setidaknya fungsi dasar, memastikan rumah sakit tersebut dapat terus menyediakan layanan penting yang menyelamatkan jiwa selama masa genting ini.
Aktivasi hingga 20 ruang operasi, bersama dengan layanan perawatan pasca operasi, bergantung pada pasokan bahan bakar, oksigen, obat-obatan, makanan, dan air yang konsisten, kata organisasi tersebut. Persyaratan mendesak mencakup tambahan staf medis khusus, perawat, dan pendukung, termasuk tim medis darurat.
Saat ini, Rumah Sakit Arab Al-Ahli adalah satu-satunya rumah sakit yang berfungsi sebagian di Gaza utara, disertai dengan tiga rumah sakit yang berfungsi minimal –Kompleks Medis Al-Shifa, Al Awda, dan Al Sahaba– penurunan drastis dari 24 rumah sakit yang beroperasi sebelum dimulainya agresi Israel. (wfa/red)