
Foto: Istimewa
KOTA SERANG, KLIKBANTEN.ID – Adanya temuan penyakit cacar monyet atau Mpox yang disebapkan oleh Monkeypoxuirus (MPXV), Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 400.7.8/3559/DINKES/2024 kepada Kepala Dinkes kabupaten/kota, Kepala Balai Kekarantinaan Kesehatan, serta Direktur Rumah Sakit se Provinsi Banten tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Penyakit tersebut. Diketahui, hingga Juni 2024 terdapat 9 kasus Mpox positif di Banten.
Dalam SE yang dikeluarkan tanggal 2 september 2024 tersebut, Kepala Dinkes Provinsi Banten dr Ati Pramudji Hastuti meminta untuk dilakukannya surveilans penyakit Mpox. Dengan meningkatkan pengawasan di pintu masuk Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan (BBKK) Soekarno Hatta dan Balai Karantina Kesehatan (BKK) Klas I Banten terhadap orang, alat angkut, barang bawaan, lingkungan, vektor, binatang pembawa penyakit.
Selain Pelabuhan dan bandar udara, Ia juga meminta untuk meningkatkan kewaspadaan dini dengan melakukan penemuan kasus baik di pintu masuk, maupun di fasilitas pelayanan kesehatan seperti instalasi gawat darurat, klinik umum, penyakit infeksi, dermatologi, urologi, obsttri ginekologi, layanan HIV/AIDS, dan sebagainya. Termasuk melakukan pengawasan di pintu masuk pos lintas batas negara terutama dari negara terjangkit.
Pantaun visual untuk pelaku perjalanan yang berasal dari negara terjangkit atau berisiko yakni dengan mengamati ada tidaknya lesi atau ruam di sekitar mulut dan tangan. Adapun sindrom ruam akut yang memiliki faktor risiko sesuai definisi operasional kasus, pencegahan, deteksi dan respon mengacu pada pedoman pencegahan dan pengendalian Mpox (monkeypox) tahun 2023 yang dapat diunduh melalui :
Dalam SE tersebut, dr Ati Pramudji Hastuti juga menekanakan terhadap para petugas kesehatan di BBKK Soekarno hatta, BKK kelas 1 Banten, dan fasilitas pelayanan lainnya yang telah menemukan kasus tersebut sesuai dengan definisi operasional pada pedoman untuk segera melakukan penyelidikan epidemiologi menggunakan format yang berlaku dengan menggali riwayat perjalanan luar negeri dan riwayat kontak seksual dalam kurun waktu 21 hari sebelum bergejala dan segera melaporkan kasus yang ditemukan secara berjenjang ke Dinkes provinsi/kabupaten/kota dan Dirjen P2P melalui laporan surveilans berbasis kejadian/Event Based Surveilalance (EBS).
Apabila kesimpulan dari pencatatan dan pelaporan terduga Mpox pada aplikasi NAR menyatakan suspek/probable, maka petugas kesehatan dapat melanjutkan dengan pengambilan spesimen. Spesimen yang diambil antara lain swab lesi, kulit bagian atas lesi, krusta dari lesi, swab oroforofaringm serum dan segera mengirimkan spesimen kasus ke laboratorium kesehatan sesuai dengan regional.
Untuk Provinsi Banten, spesimen Mpox dikirim ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan Masyarakat Jakarta. Kemudian, menindaklanjuti laporan penemuan kasus suspek/ probable/ konfirmasi dengan melakukan investigasi dalam 1x 24 jam termasuk pelacakan kontak erat. Selanjutnya, melakukan tatalaksana kasus sesuai standar pedoman pencegahan dan pengendalian Mpox tahun 2023 yang terbagi berdasarkan derajat keparahan.
Dinkes kabupaten/kota juga diminta untuk memantau pelaporan dan memastikan kasus sesuai dengan definisi opersional pedoman kepala Dirjen P2P dan memastikan laporan kasus telah terlaporkan melalui laporan surveilans berbasis kejadian / Event Based Surveilalance (EBS) diaplikasi SKDR dan terinput dalam aplikasi All Record TC-19 melalui https://allrecord-tc19.kemkes.go.id/index.rpd pada menu pencatatan Mpox.
Selain itu, dr Ati Pramudji Hastuti menghimbau untuk meningkatkan kesadaran komunitas HIV dan populasi kunci untuk mengakses layanan kesehatan HIV dan IMS di Fasyankes. Berkoordinasi dan bekerjasama dengan mitra maupun Lembaga Swadaya Masyarakat dalam penjangkauan pada populasi berisiko. Terakhir menyebarluaskan informasi tentang Mpox kepada masyarakat dan fasilitas kesehatan di wilayah masing-masing. (zal)