Dari Tangan Seniman Hingga Dilarang, Ini Asal-Usul Lagu “Genjer-Genjer” yang Disebut Milik PKI

Gambar ilustrasi. (Foto: Ist)

KLIKBANTEN.ID – Tahukah kalian bahwa lagu “Genjer-Genjer” itu bukanlah lagu yang diciptakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), melainkan lagu ini sebenarnya dibuat pada masa pendudukan Jepang ke Indonesia.

Lagu ini sebenarnya diciptakan untuk menyindir pendudukan Jepang, bukan untuk kepentingan politik atau ideologi tertentu.

Lantas, mengapa pada masa rezim Soeharto, lagu “Genjer-Genjer” ini dilarang ketat sampai diharamkan? Hanya karena dipakai oleh Partai PKI pada masa itu.

Namun, hal ini tidak mengubah asal-usul dan makna sebenarnya dari lagu ini.

Fakta sebenarnya, lagu “Genjer-Genjer” adalah lagu yang diciptakan oleh seorang seniman asal Banyuwangi, Jawa Timur, bernama Muhammad Arief, pada tahun 1940-an. Lagu ini diciptakan dalam bahasa Osing, bahasa suku asli Banyuwangi, yaitu Suku Osing.

Penamaan judul “Genjer” pada lagu tersebut diambil dari sebuah tanaman, yaitu tanaman genjer. Tanaman ini memiliki makna yang khas dalam budaya Osing, dan lagu ini menggunakan simbolisme tanaman tersebut untuk mengungkapkan pesan yang lebih dalam.

Dengan demikian, “Genjer-Genjer” bukanlah lagu politik, melainkan lagu budaya yang memiliki makna yang lebih mendalam dan kaya.

Lagu ini harus dipahami dalam konteks sejarah dan budayanya, bukan hanya sebagai simbol politik.

Fakta Sejarahnya

Pada masa itu, banyak warga desa menjadikan tanaman tersebut sebagai hidangan mereka, karena saat itu tentara kekaisaran Jepang tengah berkuasa.

Tentara-tentara Jepang pada saat itu mulai mengetatkan semua aktivitas warga pribumi, termasuk ladang-ladang milik mereka. Dengan dalih menjaga keamanan aset jajahan.

Hal itulah membuat rakyat Indonesia pada waktu itu semakin tertindas, kelaparan, kemiskinan, dan ketimpangan sosial di mana-mana.

Sang seniman, Muhammad Arief pun menciptakan lagu tersebut yang dimaksudkan sebagai kritik-sosial, untuk menyindir penguasa Jepang dan sebagai alat perjuangan rakyat.

Syair dalam lagu “Genjer-Genjer” sebenarnya dimaksudkan sebagai sindiran atas masa pendudukan pemerintahan Jepang kepada bangsa Indonesia pada masa itu.

Pada saat itu, kondisi rakyat Indonesia semakin sengsara dan menderita dibanding masa sebelumnya.

Setelah kemerdekaan Indonesia, lagu “Genjer-Genjer” menjadi sangat populer.

Lagu “Genjer-Genjer” Dipakai Partai PKI Sebagai Alat Politik

Pada masa Demokrasi Terpimpin pada tahun 1959-1966, Partai Komunis Indonesia (PKI) melancarkan kampanye politik besar-besaran untuk menaikan popularitas partai yang mengibaskan sayap paham komunisnya itu.

Akhirnya, lagu tersebut pun dipakai oleh Partai PKI sebagai alat propaganda politik mereka, yang menggambarkan bentuk penderitaan warga desa yang menderita dan miskin.

Alhasil, masyarakat mulai meng-asosiasikan lagu “Genjer-Genjer” ini sebagai lagu PKI.

Sewaktu terjadinya peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) pada tahun 1965, membuat rezim Orde Baru pada masa kepemimpinan Jenderal Soeharto, yang anti-komunisme itu melarang disebarluaskannya lagu ini.

Menurut versi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), para anggota Gerwani atau Gerakan Wanita Indonesia dan organisasi Pemuda Rakyat yang menjadi sayap pemuda dari Partai PKI, menyanyikan lagu “Genjer-Genjer” ketika para jenderal militer itu diculik, diinterogasi dan disiksa, lalu di masukan ke sebuah sumur, yang kini disebut Lubang Buaya.

Itu sebabnya, lagu “Genjer-Genjer” hingga saat ini masih dilarang untuk disebarluaskan, dan dianggap lagu tersebut adalah lagu milik Partai Komunis Indonesia (PKI).

Lagu ini dilarang oleh Pemerintahan Orde Baru pasca peristiwa G30S/PKI meletus, hingga saat ini.

Lirik Lagu “Genjer-Genjer”

Berikut lirik lagu Genjer-genjer dalam bahasa Osing dan terjemahannya:

Génjér-génjér nong kedokan pating kelélér, Génjér-génjér nong kedokan pating kelélér,
Emaké thulik teka-teka mbubuti génjér, Emaké thulik teka-teka mbubuti génjér,
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih, Génjér-génjér saiki wis digawa mulih.

Génjér-génjér isuk-isuk didol ning pasar, Génjér-génjér isuk-isuk didol ning pasar, Dijéjér-jéjér diuntingi padha didhasar, Dijéjér-jéjér diuntingi padha didhasar,
Emaké jebeng padha tuku nggawa welasah, Génjér-génjér saiki wis arep diolah.

Génjér-génjér mlebu kendhil wédang gemulak, Génjér-génjér mlebu kendhil wédang gemulak, Setengah mateng dientas ya dienggo iwak, Setengah mateng dientas ya dienggo iwak,
Sega sak piring sambel jeruk ring pelanca, Genjer-genjer dipangan musuhe sega.

Terjemahannya:

Genjer-genjer di petak sawah berhamparan, Genjer-genjer di petak sawah berhamparan, Ibu si bocah datang mencabuti genjer, Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dia berpaling begitu saja tanpa melihat, Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang

Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar, Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar, Ditata berjajar diikat dijajakan, Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa wadah-anyaman-bambu, Genjer-genjer sekarang akan dimasak

Genjer-genjer masuk periuk air mendidih, Genjer-genjer masuk periuk air mendidih, Setengah matang ditiriskan untuk lauk, Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal jeruk di dipan, Genjer-genjer dimakan bersama nasi.


Penulis : Hasan Basri
Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *