
Ilustrasi politik dinasti. (Foto: Ist/Net)
Oleh: Susi Nursilah, Indah Fuji Ningsih
Mahasiswi Universitas Pamulang

PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat Banten untuk menilai, mengevaluasi, dan menentukan arah kepemimpinan daerah. Dalam konteks kepemerintahan Banten, kebijakan dan cara kerja kepala daerah yang sedang menjabat memainkan peran signifikan dalam membentuk opini masyarakat terhadap kepemimpinannya.
Namun daerah Banten dapat dikenal dengan fenomena dinasti politik yang cukup kuat. Dalam sebuah Pilkada, calon kandidat yang di usung terkadang terlibat dalam dinasti politik, beberapa nama keluarga atau ketokohan besar mendominasi panggung politik lokal. Fenomena ini terlihat pada Pilkada diberbagai tingkatan baik gubernur, bupati, maupun walikota.
Dinasti politik di pilkada terjadi karena adanya kekuatan keluarga tertentu yang mendominasi jabatan publik melalui jaringan politik yang kuat. Fenomena dinasti politik selalu terjadi sebagaimana masyarakat merasa bahwa calon kandidat yang telah didukung penuh oleh kekuatan keluarga yang mendominasi panggung politik, mereka akan beranggapan bahwa ketika mencalonkan diri sebagai kandidat mungkin akan mengalami kekalahan.
Sehingga terjadinya dinasti politik di pilkada dapat membatasi regenerasi pemimpin dan potensi kandidat independen yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam visi-misi yang lebih menarik tetapi bukan bagian dari jaringan keluarga, maka dukungan suara masyarakat akan sedikit karena tidak adanya ketokohan atau keluarga yang mungkin masyarakat kenal.
Masyarakat Banten akan mengawasi dengan seksama, terhadap janji-janji kampanye yang direalisasikan sesuai atau tidak. Bahkan pada era baru ini pemerintah dapat membawa kesejahteraan dan perubahan yang lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Politik Dinasti di Banten
Pilkada 2024 di Banten menjadi perspektif sejarah politik di provinsi Banten. Airin Rachmi Diany, adik ipar Ratu Atut Choisiyah yang diusung sebagai calon gubernur, menanggung kekalahan dari pasangan Andra Soni-Dimyati Natakusumah.
Kekalahan ini lebih dari peringkat, nampak berakhirnya era dominasi dinasti Atut yang sudah mengakar di Banten selama beberapa dekade.
Mulai dari level provinsi hingga kabupaten/kota, nama-nama kerabat Atut seolah menjadi ‘penguasa’ tak terbantahkan di tanah Banten. Masyarakat Banten yang selama ini dianggap ‘loyal’ pada dinasti Atut, mengekspresikan keinginan besar untuk perubahan.
Salah satu efeknya, yakni berakhirnya dominasi dinasti politik Ratu Atut, yang sudah memimpin lebih dari dua dekade. Keberhasilan ini jadi sinyal kuat dari keinginan rakyat Banten, untuk berubah ke arah sistem pemerintahan yang terbuka serta akuntabel.
Masyarakat Banten mulai sadar pada isu-isu korupsi yang selama ini menjerat keluarga Atut, yang akhirnya memengaruhi pilihan politik terhadap masyarakat. Sehingga masyarakat sudah memastikan kedewasaan politik dengan memilih berdasarkan pertimbangan rasional, bukan semata karena ikatan keluarga atau ketokohan.
Harapan Rakyat
Banten dengan segala potensinya, seharusnya bisa berkembang menjadi salah satu provinsi terdepan di Indonesia, namun kenyataannya jauh dari harapan tersebut. Provinsi Banten masih berkutat dengan berbagai masalah mendasar, mulai dari infrastruktur yang tertinggal, pendidikan dan kesehatan yang belum merata, hingga kemiskinan dan pengangguran yang masih tinggi.
Masyarakat Banten kini menaruh harapan besar pada kepemimpinan baru untuk membawa pembaruan dan perubahan. Bahkan fokus utama harapan rakyat yakni pada peningkatan infrastruktur ekonomi dan pemberantasan korupsi, dua hal yang selama ini jadi perhatian utama rakyat di provinsi Banten.
Rakyat berharap kepemimpinan baru bisa menjawab berbagai problematika, seperti mengurangi angka pengangguran, memberantas kemiskinan, meningkatkan pendidikan dan kesehatan yang merata, dan mempercepat pembangunan infrastruktur yang masih tertinggal. Bahkan kepemimpinannya juga bisa membangun sistem pemerintahan bersih dan terbuka.
Masyarakat Banten membutuhkan pemimpin yang tidak hanya memiliki visi-misi pembangunan yang kuat, tetapi juga komitmen untuk bekerja nyata bagi kesejahteraan warganya. Pilkada menjadi ajang penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang benar-benar peduli dan mampu membawa perubahan positif.
Pemimpin yang terpilih harus bisa memahami kebutuhan masyarakat dan mengimplementasikan kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan, tanpa terjebak dalam dinasti politik atau hanya menguntungkan segelintir pihak.
Hanya dengan demikian, daerah Banten ini bisa bergerak maju menuju demokrasi yang berkualitas, dimana kekuasaan tak lagi menjadi hak istimewa segelintir keluarga, namun terbuka bagi siapapun yang punya kapasitas dan integritas untuk memimpin.
(*)
Penulis dan Editor : Indah Fuji Ningsih, Susi Nursilah
Dosen Pengampu : Dr. Herdi Wisman Jaya
Mata Kuliah : Pendidikan Politik
Fakultas / Prodi : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan / Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan
Institusi : Universitas Pamulang