
Ratusan massa dari mahasiswa GMNI mengepung kantor BPN Kabupaten Tangerang. (Foto: Ist)
TANGERANG, KLIKBANTEN.ID – Ratusan aktivitis mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Tangerang mengepung Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tigaraksa, Kamis (23/1/2025).
Alasannya, para mahasiswa ini mendesak keras transparansi terkait publikasi alas hak atas penerbitan dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik (HM) beserta NIB-nya yang berada di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang yang saat ini tengah ramai pemagaran laut sepanjang 30 km.
Ketua GMNI Kabupaten Tangerang, Endang Kurnia, menganggap ada kejanggalan bahkan ada praktik berbau ilegal yang tersistematis.
“Kami mendesak Kepala Kanwil ATR/BPN Kabupaten Tangerang untuk memberikan penjelasan mengenai alasan dan mekanisme publikasi alas hak di laut. Kami juga menuntut Kepala Kanwil ATR/BPN untuk memberikan sanksi kepada seluruh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terlibat. Jika tuntutan kedua ini tidak dipenuhi, kami meminta Kepala ATR/BPN untuk mundur dari jabatannya,” ujar Endang.
Dugaan Reklamasi Terselubung dan Pemanfaatan Alas Hak
GMNI tidak hanya berhenti atas permintaan transparansi. Dalam pernyataannya juga, Endang mengungkapkan dugaan kuat bahwa pagar laut yang berdiri sepanjang 30 km itu atas inisiatif masyarakat tidak lain adalah bagian dari peta reklamasi terselubung.
“Kami menduga ini bukan sekedar pagar biasa, melainkan simbol awal dari peta reklamasi yang lebih luas,” tukasnya.
Lebih lanjut lagi, Endang juga menyoroti pengungkapan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik (SHM), serta Nomor Induk Berusaha (NIB), yang telah keluar untuk wilayah laut tersebut.
Menurutnya, ini menunjukkan adanya indikasi praktik kotor yang melibatkan lintas instansi dalam proyek pembangunan kawasan elit Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
“Kami curiga ini adalah permainan terstruktur dan sistematis untuk mendukung kepentingan tertentu, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan pesisir,” tegasnya .
Menolak Pembangunan Tanpa Kepastian Hukum
Endang memastikan bahwa GMNI tidak menolak pembangunan secara keseluruhan, namun mengingatkan pentingnya pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
“Kami mendukung pembangunan, tetapi kami ingin pembangunan itu dilakukan secara adil, legal, dan tidak merugikan masyarakat kecil,” imbuhnya.
Ia juga mengatakan bahwa aksi ini bukanlah akhir, melainkan langkah awal dari rangkaian perjuangan panjang.
“Gerakan ini akan terus berjalan sampai semua permasalahan tuntas dan masyarakat mendapatkan keadilan,” tutup Endang.
Masalah Lama yang Belum Tuntas
Polemik terkait hak atas tanah di kawasan pesisir laut Tangerang kembali menguatkan sorotan terhadap lemahnya pengelolaan tata ruang dan kebijakan pertanahan di Indonesia.
Penerbitan hak seperti HGB dan SHM atas area yang secara hukum tidak diperuntukkan menjadi milik pribadi telah menjadi isu yang berulang, menunjukkan minimnya pengawasan dan transparansi dari lembaga terkait.
GMNI telah membuka tabir kejanggalan atas praktik ini, namun apakah tuntutan mereka akan direspons serius oleh ATR/BPN atau justru diredam oleh kekuatan oligarki? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Yang jelas, aksi unjuk rasa yang dilakukan GMNI ini menjadi sinyal penting bahwa masyarakat, khususnya generasi muda, tak lagi diam terhadap ketidakadilan yang merugikan masa depan bangsa.
(bas/red)