
Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat dengan terdakwa Charlie Candra di PN Tangerang. (Foto: Hasan Basri/KlikBanten.id)
TANGERANG, KLIKBANTEN.ID – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat dengan terdakwa Charlie Candra kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Tangerang pada Selasa (15/7/2025).
Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli hukum pidana, Prof Dr Jamin Ginting. Ia memberikan penjelasan mendalam mengenai konstruksi hukum tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Profesor Jamin Ginting, tindak pidana pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263, 264, dan 265 KUHP digolongkan sebagai delik formil. Artinya, tindak pidana ini dinyatakan selesai cukup dengan perbuatan yang dilakukan, tanpa harus menunggu timbulnya akibat nyata.
“Artinya, perbuatan memalsukan surat sudah dapat dianggap sebagai tindak pidana meskipun belum menimbulkan akibat nyata. Yang dinilai adalah perbuatannya, bukan akibatnya,” jelas Prof. Jamin di hadapan majelis hakim.
Prof. Jamin mengutarakan unsur-unsur pemalsuan surat menurut Pasal 263 KUHP yang terdiri atas dua kategori. yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.
Unsur objektif meliputi: pertama, “barang siapa”, yaitu setiap orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara hukum. Kedua, membuat atau memalsukan surat, yang mencakup perbuatan menciptakan surat palsu, membubuhkan tanda tangan yang tidak sah, atau mengubah isi surat menjadi bertentangan dengan fakta sebenarnya.
Ketiga, surat tersebut harus dapat menimbulkan hak, kewajiban, perikatan, pembebasan utang, atau dapat digunakan sebagai alat bukti dalam suatu proses hukum.
Sedangkan unsur subjektif mencakup adanya kehendak atau niat dari pelaku untuk membuat surat palsu, pengetahuan bahwa surat tersebut tidak asli, serta maksud untuk menggunakan surat itu seolah-olah sah guna mendapatkan keuntungan atau menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Maksud untuk menggunakan surat seolah-olah sah guna mendapat keuntungan atau menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
Prof Jamin menekankan, keuntungan yang dimaksud tidak selalu harus berwujud materiil. Adanya alih hak dari surat palsu juga dapat dianggap sebagai keuntungan.
0″Selain itu, delik ini cukup dibuktikan dengan adanya potensi kerugian, tanpa harus menunggu timbulnya kerugian yang nyata,” katanya.
Saksi ahli juga menegaskan, apabila suatu surat telah dinyatakan palsu melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka surat tersebut tidak dapat digunakan lagi dalam proses hukum apa pun.
“Jika pemerintah menyatakan surat itu palsu, maka itu adalah keputusan resmi yang wajib dihormati. Penggunaan surat yang sudah diputuskan sebagai palsu merupakan tindakan melawan hukum,” tegas Prof. Jamin.
Meskipun keterangan Saksi ahli tidak secara spesifik menyebutkan peran penipuan, penjelasan hukum tersebut menjadi acuan penting dalam menilai dugaan pelanggaran hukum oleh Charlie Candra.
Penuntut Umum menduga terdakwa telah menggunakan surat tidak sah dalam proses administrasi, yang dihukum sebagai tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
Sidang perkara ini akan dilanjutkan pada Jumat, 18 Juli 2025, dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari pihak Penuntut Umum.
(bas/red)