Dukung Reformasi Perpajakan, Annisa Mahesa: Bukan Sekadar Retorika

Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Annisa M.A Mahesa. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, KLIKBANTEN.ID – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto secara resmi menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN 2026 dalam Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI pada Jumat (15/08/2025) di Kompleks DPR RI, Jakarta.

Dalam pidatonya, Presiden menekankan pentingnya pengelolaan fiskal yang disiplin, reformasi perpajakan, serta pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

Pidato ini menjadi perhatian Komisi XI DPR RI yang membidangi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan. Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Annisa M.A Mahesa, turut menyampaikan pandangan dan catatan terhadap pokok-pokok pemikiran Presiden yang relevan dengan tugas komisinya.

“Presiden Prabowo dalam pidatonya menyampaikan arah kebijakan yang secara umum mencerminkan kehati-hatian fiskal dan keberpihakan kepada rakyat kecil, namun kami di Komisi XI juga melihat ada kebutuhan mendesak untuk memastikan konsistensi dan ketegasan dalam reformasi struktural, terutama di sektor pajak dan pembiayaan,” ujar Annisa kepada media, seusai menghadiri sidang paripurna.

Menurut Annisa, Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM) yang diajukan pemerintah dalam RAPBN 2026 menunjukkan sikap moderat dan realistis, seperti pertumbuhan ekonomi 5,2%–5,8%, inflasi 1,5%–3,5%, serta nilai tukar di kisaran Rp16.500–16.900/USD.

“Kami sepakat bahwa ADEM harus menjadi fondasi yang adaptif terhadap dinamika global. Namun, tantangannya adalah bagaimana pemerintah dapat menjaga kestabilan indikator ini di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, termasuk tensi geopolitik, fluktuasi harga komoditas, dan dampak perubahan iklim terhadap sektor pangan dan energi,” tambahnya.

Pada postur anggaran, Presiden menargetkan defisit sebesar 2,48%–2,53% PDB, dengan belanja negara yang diproyeksikan menyentuh angka lebih dari Rp3.800 triliun.

Terkait dengan hal ini, Annisa menekankan bahwa yang utama bukan hanya besarnya defisit atau belanja, melainkan efektivitas belanja yang langsung menyentuh persoalan ekonomi rakyat.

“Sejalan dengan tugas dan fungsi Komisi XI, kami akan mendorong evaluasi efektivitas belanja negara, termasuk penguatan spending review oleh Kementerian Keuangan. Program harus betul-betul berdampak langsung dan tidak bersifat simbolis,” tegas Annisa.

Salah satu program unggulan yang kembali ditegaskan Presiden adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), dimana pada tahun 2026 Pemerintah mengalokasikan lebih dari Rp300 triliun.

Annisa menekankan bahwa meskipun program ini sejalan dengan semangat pemerataan gizi dan pengentasan kemiskinan, tetap perlu kehati-hatian dalam pelaksanaannya.

“Kami sangat setuju program pro-rakyat, apalagi yang menyasar perbaikan SDM sejak usia dini. Tapi kita harus tegas dalam aspek akuntabilitas, transparansi, dan konsistensi di ruang fiskalnya. Jangan sampai tujuan mulia ini membebani fiskal dan menekan belanja strategis lainnya seperti kesehatan dan infrastruktur produktif,” jelas Annisa.

Annisa juga menyoroti bagian penting pidato Presiden terkait reformasi perpajakan dan deregulasi. Ia menilai ini sebagai momentum penting untuk memperbaiki rasio pajak (tax ratio) yang hingga kini masih stagnan di kisaran 10% terhadap PDB.

“Kami mendorong agar reformasi perpajakan bukan sekadar retorika. Digitalisasi, perluasan basis pajak, dan penegakan kepatuhan harus jadi prioritas. Tapi juga perlu keadilan: jangan membebani UMKM dan Industri Kecil, melainkan kejar potensi besar dari sektor-sektor ekonomi lainnya, seperti ekonomi digital dan (potensi) kekayaan lain yang belum tersentuh,” tegasnya.

Annisa juga menyarankan agar Komisi XI dan Kementerian Keuangan memperkuat kerja sama dengan Bappenas, OJK, dan BI untuk mengawal penguatan basis penerimaan negara.

Menutup pernyataannya, Annisa Mahesa menggarisbawahi pentingnya menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan pasar terhadap arah kebijakan fiskal dan ekonomi nasional. Menurutnya, kredibilitas fiskal tidak hanya soal angka defisit, tapi juga menyangkut transparansi, konsistensi kebijakan, serta mitigasi risiko pembiayaan.

“Pemerintah harus memastikan bahwa APBN 2026 menjadi instrumen fiskal yang berfungsi ganda mendukung pertumbuhan dan menjaga stabilitas. Kami di Komisi XI akan terus mengawal agar pembiayaan tidak bergantung secara eksesif pada utang luar negeri, serta tetap menjaga postur fiskal yang sehat dan berkelanjutan,” pungkasnya.

(ril/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *