
Sebuah truk tambang tanah dipaksa putar balik oleh petugas Dishub Kabupaten Tangerang di Pos Pantau Dishub Cikande, pada Selasa (30/9/2025). (Foto; Hasan Basri/KlikBanten.id)
TANGERANG, KLIKBANTEN.ID – Oknum petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Tangerang diduga melakukan tindakan pungutan liar (pungli) terhadap sejumlah sopir truk pengangkut pasir di wilayah Cikande.
Tindakan pungutan liar tersebut dilakukan secara terang-terangan oleh sejumlah anggota piket di Pos Pantau Dinas Perhubungan Kabupaten Tangerang yang berlokasi di Jalan Raya Arteri Jayanti-Cikande.
Terlihat jelas, bagaimana mereka menerima ‘uang pelicin’ dari para sopir truk bersumbu roda tiga itu. Ketika ditanya apa maksud tujuan para sopir truk tambang pasir memberi uang kepada anggota Dishub yang bertugas, mereka mengatakan uang yang diberi itu hanya sekadar uang pemberian saja.
Namun ketika ditanya kembali, apakah uang pemberian tersebut merupakan tindakan pungutan liar ilegal. Salah satu anggota Dishub itu, yang belakangan diketahui sebagai Kepala Tim, mengatakan bahwa uang tersebut sebagai bentuk tindakan pungli.
“Ini jatuhnya pungli ya?” tanya wartawan kepada petugas yang tertangkap basah menerima sejumlah uang dari sopir truk tambang pasir di pos pantau Cikande, pada Selasa (30/9/2025).
“Iya, sama (pungli),” kata petugas berinisial J usai terima uang pelicin.
“Iya enggak lah bang, beda itu, bukan pungli,” sahut petugas lain berinisil A dengan nada membantah.
Para petugas Dishub tersebut beralasan jika hal tersebut bukanlah sebuah tindakan pungli, melainkan hanya berupa pemberian cuma-cuma dari sopir truk.
“Kita enggak minta, se-dikasihnya berapa aja sama sopir truk tambang,” tepis mereka.
Namun, kendati demikian, para petugas tersebut mengaku jika diberi sejumlah uang oleh sopir truk tambang hanya menerima sebesar Rp25.000 dan itu pun, kata mereka, tidak semua sopir memberi.
“Kalau ada truk tanah ya kita tegur suruh putar balik. Kalau ada (truk tambang pasir yang melintas) ya yang ngasih itu cuma 25 ribu sampai 50 ribu. Gak semua bang yang ngasih 25 ribu, ada yang ngasih 10 ribu,” ucapnya.
Namun para pegawai Dishub tersebut bersikukuh dan berdalih bahwa mereka tidak melakukan pungli atau meminta sejumlah uang kepada sopir truk pasir yang melintas pos pantau milik Dishub Kabupaten Tangerang.
Sementara, menurut keterangan beberapa sopir truk pasir, setiap kali mereka melintas di jalan raya tersebut, mereka diminta memberikan sejumlah uang tunai sebagai “biaya keamanan” atau “biaya operasional” yang tidak dicatat secara resmi. Besaran pungutan bervariasi, mulai dari Rp25.000 – Rp50.000.
Salah satu sopir yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa praktik pungli ini telah berlangsung lama dan sangat membebankan mereka. Mereka mengungkapkan, jika tidak memberi uang oleh petugas Dishub maka truk mereka tidak diizinkan untuk melintas jalan tersebut.
“Kalau tidak bayar, truk tidak boleh lewat bang atau diperlambat kita mau jalan. Saya tanya? Mereka itu kerja apa mau meras kita, sopir-sopir ini. Negara ini udah merdeka apa belum sih?,” ujarnya dengan nada kesal saat ditemui wartawan.
Hal ini, kata pengakuan sopir, membuat aktivitas pengiriman pasir menjadi terhambat dan berimbas pada meningkatnya beban biaya operasional perjalanan mereka.
“Ya kebeban kita, sangat beban. Enam puluh ribu, paling kecil dua puluh lima ribu. Kenapa kaget ya? Kalau enggak percaya ya coba sana tanya ke mereka (petugas Dishub) itu, sialan ta* emang mereka,” ucap sopir dengan nada sarkas.
Terpisah, menanggapi laporan tersebut, Kepala Dishub Kabupaten Tangerang, Jainudin, menyatakan akan segera melakukan penyelidikan internal untuk memastikan kebenaran laporan tersebut.
“Tanyakan sama yang ngasihnya niatnya untuk apa? Besok saya panggil untuk klarifikasi. Terima kasih infonya,” pungkas Jainudin, saat dikonfirmasi.
Praktik ini menunjukkan ketidak profesionalan aparat dalam menegakkan peraturan lalu lintas dan angkutan jalan saat mejalankan tugas di lapangan.
Masyarakat berharap pemerintah daerah khususnya Dinas Perhubungan dapat segera membersihkan oknum-oknum yang merugikan warga dan memperbaiki sistem pengawasan agar kasus serupa tidak terulang.
(bas/red)