Konco Wingking dan Peran Perempuan dalam Masyarakat

Gambar Ilustrasi. (Ist)

KLIKBANTEN.ID – Istilah “Konco Wingking” dalam bahasa Jawa, yang secara harfiah berarti “teman di belakang,” sering kali digunakan untuk merujuk pada seorang istri.

Namun, istilah ini memiliki konotasi yang kompleks dan sering kali dianggap negatif, mencerminkan pandangan tradisional yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat di belakang laki-laki.

Dalam konteks ini, perempuan dianggap harus ‘manut’ atau patuh pada keputusan suami, yang menimbulkan pertanyaan penting tentang peran dan martabat perempuan dalam masyarakat modern.

Berdasarkan penelusuran etimologis, istilah “Konco Wingking” diduga berasal dari bahasa Kawi, yang mengacu pada perempuan sebagai “wadon” atau “wadu.” Dalam pandangan tradisional, perempuan dititahkan ke dunia sebagai pendukung laki-laki.

Konsep ini diperkuat oleh ungkapan “Swarga Nunut, Neraka Katut,” yang menunjukkan bahwa perempuan dianggap sebagai pengikut yang setia, mengikuti pemimpin mereka ke mana pun mereka pergi—baik ke surga maupun neraka.

Pandangan ini tidak hanya terbatas pada budaya Jawa, tetapi juga terdapat dalam berbagai tradisi di seluruh dunia. Sebagai contoh, dalam tradisi Yahudi, wanita sering kali dipandang sebagai pelengkap kehidupan laki-laki.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak budaya telah menginternalisasi gagasan bahwa peran perempuan adalah sekunder dibandingkan dengan laki-laki.

Namun, penting untuk mengingat bahwa istilah “Konco Wingking” tidak seharusnya membatasi potensi perempuan. Dalam bahasa Jawa, ada istilah “Krata Basa,” yang berarti “Wani” (berani) dan “Tata” (teratur).

Ini menunjukkan bahwa perempuan seharusnya tidak hanya menjadi pengikut pasif, mereka harus memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dan mengatur hidup mereka dengan bijak.

Pendidikan tinggi bagi perempuan adalah langkah krusial menuju pemberdayaan. Kecerdasan seorang anak sering kali diwariskan dari ibunya. Oleh karena itu, pendidikan perempuan bukan hanya investasi untuk diri mereka sendiri tetapi juga untuk generasi mendatang.

Perempuan memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dan pengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.

Dalam agama Islam, perempuan dipandang sebagai makhluk istimewa dengan martabat yang tinggi. Keistimewaan ini tidak terdapat pada laki-laki. Oleh karena itu, ajaran Islam menekankan pentingnya menghormati dan menjunjung tinggi martabat perempuan.

Dalam tradisi Sunda pun terdapat pandangan bahwa perempuan adalah “mahkota tertinggi” dari kehidupan, yang menunjukkan betapa berharganya peran mereka.

Penting bagi semua perempuan untuk tidak terjebak dalam narasi “Swarga Nunut, Neraka Katut.” Mereka harus berani mengambil langkah untuk menjadi lebih aktif dalam menentukan arah hidup mereka.

Dengan mengadopsi sikap “Wani Tata,” perempuan dapat membuat keputusan yang bijak dan teratur dalam hidup mereka. Jika pasangan mereka membuat keputusan yang salah, penting bagi mereka untuk berani memberikan nasihat dan pendapat.

Konsep “Konco Wingking” seharusnya tidak menjadi batasan bagi perempuan. Sebaliknya, itu harus menjadi panggilan untuk memberdayakan diri sendiri dan mengambil peran aktif dalam kehidupan.

Dengan pendidikan yang baik dan keberanian untuk berbicara, perempuan dapat mengubah narasi dari sekadar menjadi pengikut menjadi pemimpin yang berpengaruh dalam keluarga dan masyarakat

Mari kita hargai dan hormati peran penting perempuan dalam kehidupan kita—mereka bukan hanya teman di belakang, tetapi juga mitra sejajar yang memiliki potensi luar biasa untuk mengubah dunia.

(bas/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *