Sebuah mimpi buruk, di mana orang-orang tercekik, di bawah pemboman (oleh Israel) terus-menerus, berduka atas keluarga mereka, berjuang untuk mendapatkan air, makanan, listrik dan bahan bakar

Anak-anak duduk bersama di sekolah milik PBB yang telah diubah menjadi tempat penampungan bagi pengungsi Palestina di Khan Younis di Jalur Gaza selatan pada 25 Oktober [File: Mahmud Hams/AFP]
KAIRO – Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Türk menegaskan kembali seruan gencatan senjata mendesak di Jalur Gaza saat berkunjung ke penyeberangan Rafah dengan Mesir dan Rumah Sakit El Arish di Mesir, Rabu (8/11/203).
Volker Türk menggambarkan perbatasan Rafah dengan Mesir sebagai “jalur penyelamat” bagi 2,3 juta penduduk Gaza selama sebulan terakhir, meskipun sangat terbatas dan tidak adil.
Namun, lanjutnya, hal ini juga merupakan pintu menuju mimpi buruk ketika masyarakat di Gaza tercekik, di bawah pemboman Israel yang terus-menerus, berduka atas keluarga mereka, berjuang untuk mendapatkan air, makanan, listrik dan bahan bakar.
“Di Rafah, saya berada di gerbang mimpi buruk yang hidup di Gaza. Saya merasakan, pada intinya, rasa sakit dan penderitaan luar biasa yang dialami setiap orang yang orang yang saya cintai telah terbunuh. Kita semua harus merasakan penderitaan bersama dan mengakhiri mimpi buruk ini,” kata Volker Türk, dikutip dari kantor berita Palestina, WAFA, Kamis (9/11/2023).
“Sebuah mimpi buruk, di mana orang-orang tercekik, di bawah pemboman (oleh Israel) terus-menerus, berduka atas keluarga mereka, berjuang untuk mendapatkan air, makanan, listrik dan bahan bakar. Rekan-rekan saya termasuk di antara mereka yang terjebak, dan di antara mereka yang kehilangan anggota keluarga, menderita malam-malam tanpa tidur yang penuh dengan penderitaan, kesedihan dan keputusasaan,” ujarnya.
Kata dia, Gaza telah digambarkan sebagai penjara terbuka terbesar di dunia sebelum 7 Oktober, di bawah pendudukan selama 56 tahun dan blokade Israel selama 16 tahun.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia itu menekankan bahwa hukuman kolektif yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina juga merupakan kejahatan perang, begitu pula evakuasi paksa terhadap warga sipil yang melanggar hukum.
Memperingatkan bahwa “kita telah terjatuh ke dalam jurang,” ia menyatakan bahwa bahkan dalam konteks pendudukan Israel selama 56 tahun, situasi ini adalah yang paling berbahaya yang pernah kita hadapi terhadap masyarakat di Gaza dan Tepi Barat.
“Dalam kunjungan saya ke sini, saya mendengar banyak kekhawatiran mengenai standar ganda di tengah konflik ini. Biar saya perjelas –dunia tidak mampu menerapkan standar ganda. Kita harus memaksakan standar universal yang menjadi dasar penilaian kita terhadap situasi ini – hukum hak asasi manusia internasional dan hukum kemanusiaan internasional,” katanya.
Dan standar-standar tersebut jelas yakni, pihak-pihak yang berkonflik mempunyai kewajiban untuk selalu berhati-hati dalam menyelamatkan penduduk sipil dan objek-objek sipil, dan hal ini tetap berlaku selama terjadinya serangan. Tindakan salah satu pihak tidak membebaskan pihak lain dari kewajibannya berdasarkan hukum humaniter internasional. Serangan terhadap fasilitas medis, personel medis, serta korban luka dan sakit dilarang.
Peran Mesir dalam Penyaluran Bantuan