
Kepala Puskesmas Kemiri (mengenakan masker) Didampingi oleh Kuasa Hukumnya Melakukan Klarifikasi terkait Tuduhan Melakukan Episiotomi pada Pasien Persalinan Berinisial IA. (Poto: Ade Maulana/Dellik.id)
TANGERANG, KLIKBANTEN.ID — Puskesmas Kemiri, pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, memberikan klarifikasi resmi atas keluhan dan kekecewaan yang diajukan oleh seorang pasien persalinan berinisial IA, warga Rancalabuh, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, yang mengalami episiotomi pada waktu proses persalinan beberapa waktu lalu.
Melalui kuasa hukum, dalam pernyataan yang disampaikan oleh Digdaya Law Office pada Selasa, 8 April 2025, pihak Puskesmas Kemiri menegaskan dan membantah bahwa tuduhan mengenai tindakan episiotomi yang dilakukan tanpa persetujuan keluarga adalah tidak berdasar.
Pihak Puskesmas Kemiri juga menepis ihwal berita yang menyatakan jika bidan D melakukan sayatan pada area perineum pasien. Namun faktanya, menurut pihak Puskesmas sayatan tersebut melainkan luka yang dialami oleh pasien IA itu disebabkan oleh laserasi lahir—robekan yang terjadi secara spontan pada vagina dan perineum selama proses persalinan, bukan akibat tindakan episiotomi.
“Kami merasa perlu memberikan penjelasan yang jelas untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat,” ungkap perwakilan Puskesmas.
Dalam klarifikasi tersebut, Puskesmas Kemiri juga membantah klaim berita yang menyebutkan bahwa proses persalinan itu berlangsung secara tergesa-gesa.
Dalam keterangannya, pada saat pasien IA tiba di Puskesmas, pembukaan serviks berada pada posisi 3 cm dan setelah pemeriksaan selama empat jam kemudian, pembukaan serviks telah mencapai 8 cm.
“Pada pukul 19:30 WIB, kami mengonfirmasi bahwa pasien telah mencapai pembukaan 10 cm, yang menunjukkan bahwa proses berlangsung dengan baik dan sesuai dengan SOP dan prosedur yang berlaku. Sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tergesa-gesa,” tambahnya.
Menanggapi klaim bahwa penjahitan luka dilakukan tanpa bius, Puskesmas Kemiri menjelaskan bahwa pasien telah mendapatkan bius lokal sebelum proses penjahitan.
“Kami melakukan penjahitan dengan dua lapis, menggunakan benang kromik, dan mengikuti teknik yang sesuai dengan standar Asuhan Persalinan Normal (APN),” ujar Puskesmas dalam pernyataan tersebut.
Sementara, dokter Muhammad Nasruddin, yang bertugas di Rumah Sakit Uni Medika Sepatan, dan yang menangani pasien IA, juga menyatakan bahwa saat pasien datang, luka di jalan lahir sudah terjahit dengan baik dan tidak menunjukkan tanda-tanda pendarahan.
“Ini menunjukkan bahwa proses penjahitan telah dilakukan dengan baik dan sesuai dengan standar pelayanan medis,” jelas dr. Nasruddin.
Dengan klarifikasi ini, Puskesmas Kemiri berharap masyarakat dapat lebih memahami situasi yang sebenarnya dan menegaskan komitmennya untuk memberikan pelayanan kesehatan berkualitas.
Pihak Puskesmas juga mengajak semua pihak untuk tetap mengedepankan dialog dan komunikasi yang positif dalam hal kesehatan demi kebaikan bersama.
Diberitakan sebelumnya, seorang ibu berinisial IA, warga Rancalabuh, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, mengalami trauma mendalam saat menjalani proses persalinan di sebuah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kemiri.
Pasalnya, pada waktu proses persalinan justru berubah menjadi serangkaian kejadian menyakitkan yang membuat seorang ibu berinisial IA itu merasa terjebak dalam dugaan malpraktik medis saat persalinan dirinya di Puskesmas Kemiri.
IA menceritakan bahwa pada saat proses persalinannya, pada 10 Maret 2025 lalu, saat itu semuanya terlihat berlangsung dengan sangat tergesa-gesa dan jauh dari standar yang diharapkan.
IA menyebut, jika bidan berinisial D bersama rekannya melakukan tindakan episiotomi, atau sayatan yang dibuat saat melahirkan pada bagian perineum, jaringan yang berada di antara lubang vagina dan anus dengan sembarangan, menyebabkan luka yang parah hingga mendekati area anus.
Ketika itu kondisi IA semakin memburuk setelah persalinan. IA juga bercerita, bahwa saat pergantian shift bidan yang membawa bidan J dan bidan T untuk memeriksa kondisinya lebih rinci. Hasil pemeriksaan itu menunjukkan kadar hemoglobin (HB) sangat rendah, yang kemudian mengungkap adanya pendarahan hebat akibat plasenta yang tertinggal di dalam rahim IA.
Kata IA, ketika itu seorang bidan terpaksa melakukan tindakan manual tanpa memberikan anestesi atau pembiusan untuk menghilangkan rasa sakit untuk mengeluarkan sisa plasenta yang ada di dalam rahim IA, menyebabkan IA merasakan sakit yang amat sangat luar biasa.
(Bas/red)