
TANGERANG, KLIKBANTEN.ID – Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Memed Chumaidi, menilai langkah Pemerintah Kabupaten Tangerang yang tidak memasukkan Daerah Otonomi Baru (DOB) ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2030 adalah keputusan yang tepat.
Pasalnya, pembentukan DOB Tangerang Utara dan Tangerang Tengah di tengah moratorium pemekaran daerah berpotensi menjadi kebijakan yang tidak bisa diimplementasikan secara efektif dan hanya bersifat simbolik.
Memed menjelaskan bahwa kontroversi terkait DOB Tangerang Utara dan Tangerang Tengah yang tidak dimasukkan ke dalam RPJMD perlu dilihat dari beberapa perspektif.
Pertama, moratorium pemekaran daerah yang diberlakukan pemerintah pusat menjadi faktor penentu. Selama moratorium tersebut belum dicabut, secara hukum Pemerintah Kabupaten Tangerang tidak dapat memasukkan wacana pembentukan DOB ke dalam dokumen RPJMD.
“Keputusan ini bukan sekedar kebijakan politik lokal, melainkan harus mengacu pada kerangka regulasi pemerintah pusat,” ujar Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMT, pada Senin (4/8) kemarin.
Kedua, terdapat dinamika antara aspirasi masyarakat dan realitas regulasi. Dorongan sebagian pihak untuk memekarkan Kabupaten Tangerang Utara (Pantura) dan Tangerang Tengah merupakan ekspresi kebutuhan pelayanan publik serta pemerataan pembangunan. Namun upaya tersebut diinginkan tanpa adanya kepastian moratorium pencabutan.
“Memasukkan DOB ke dalam RPJMD 2025-2030 berpotensi menjadi kebijakan yang tidak dapat dilaksanakan dan hanya bersifat simbolis,” tegasnya.
Memed juga menilai bahwa isu DOB yang tidak dimasukkan ke dalam RPJMD merupakan permasalahan yang relatif kecil dibandingkan permasalahan lain, seperti penanganan sampah di Kabupaten Tangerang yang memerlukan perhatian bersama.
“Persoalan DOB ini sebenarnya kecil, sementara ada pekerjaan rumah lain yang lebih besar, misalnya masalah sampah yang butuh kolaborasi semua pihak dibandingkan DOB Tangerang Utara dan Tengah,” imbuhnya.
Dia juga menyatakan bahwa strategi politik Pemerintah Kabupaten Tangerang yang tidak memaksakan DOB masuk dalam RPJMD sudah sangat tepat.
Jika dipaksakan, katanya, hal ini dapat menimbulkan risiko hukum dan administratif karena membuat RPJMD menjadi tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurutnya, ketegasan eksekutif dan legislatif dengan tidak memasukkan DOB ke dalam RPJMD merupakan bentuk penekanan atas alasan hukum dan realitas politik.
Tindakan ini penting untuk mencegah isu DOB menjadi bola pingpong yang memecah konsolidasi pembangunan di wilayah Tangerang Utara dan Tangerang Tengah.
“Dengan tidak memasukkan, Pemkab menjaga konsistensi dan konsistensi kebijakan,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang, Soma Atmaja, menegaskan keputusan tidak memasukkan DOB dalam RPJMD 2025-2030 adalah hasil kajian bersama antara legislatif dan eksekutif.
“RPJMD 2025-2030 adalah keputusan kolektif antara legislatif dan eksekutif, bukan keputusan pribadi,” tegasnya.
Soma menjelaskan bahwa jika DOB dimasukkan ke dalam RPJMD 2025-2030, hal itu dapat mencederai janji politik Bupati dan Wakil Bupati Tangerang. Karena masa berlaku RPJMD baru lima tahun, sementara moratorium pemekaran daerah belum ada kepastian kapan akan dicabut oleh pemerintah pusat.
“Lima tahun terlalu singkat untuk persiapan pembentukan daerah otonomi baru di tengah moratorium. Oleh karena itu, DOB tidak bisa dicantumkan dalam RPJMD. Jika tetap dicantumkan tanpa kepastian pencabutan moratorium dalam lima tahun, itu hanya akan menjadi wacana semata,” jelasnya.
Tidak dimasukkannya DOB Tangerang Utara dan Tangerang Tengah bukan berarti Pemerintah Kabupaten Tangerang tidak mendukung pembangunan di wilayah tersebut.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045, kajian mengenai Tanggerang Tengah telah selesai dan untuk Tanggerang Utara akan dilakukan pada tahun 2026.
“RPJPD mempunyai masa waktu 20 tahun sehingga mencakup pengembangan wilayah. Kajian ekonomi Tangerang Tengah sudah selesai, sedangkan kajian untuk Tangerang Utara akan dilakukan tahun depan,” pungkas Soma Atmaja.
(bas/red)