
Oleh : Arjono, SH MM
DI tengah kondisi ekonomi negara kita yang terus menurun dan ditambah lagi pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 hingga 2022, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ketok palu untuk mengesahkaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Tetapi dalam perjalanannya UU Cipta Kerja ini menimbulkan pro kontra di tengah-tengah masyarakat karena muatan materinya dianggap banyak mengabaikan ketidakadilan dan minimnya partipasi publik. Hal inilah yang mendasari dilakukan penyempurnaan UU Nomor 11 Tahun 2020 yaitu melalui penetapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Filosophy dalam PERPU ini adalah mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 negara wajib memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak melalui upaya memperluas lapangan kerja, penyesuaian dan perubahan berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan kegiatan usaha.
Lantas bagaimana dengan peyesuaian dan perubahana terhadap Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingungan Hidup sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Selanjutnya yang menjadi pertanyaaan apakah PP No.22 Tahun 2021 yang merupakan penjabaran cluster Persetujuan Lingkungan yang diatur dalam Pasal 21 s.d.112 UU No.11 Tahun 2020 ini masih tetap berlaku sebagai acuan penerbitan Persetujuan Lingkungan, mengingat bahwa UU No.11 Tahun 2020 yang mengatur tentang Persetujuan Lingkungan sebagai salah satu obyek Penyederhanaan Persyaratan Dasar Perijinan Berusaha telah disempunakan melalui UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan PERPU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Oleh karena itu Kementerian Lingkungan Hidup RI selaku instutusi Pemerintah sebagai wakil negara yang ditugasi membuat kebijakan-kebijakan di bidang lingkungan hidup diharapkan mereview kembali PP No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hal ini dilakukan dalam rangka melaksanakan amanah ketentuan Pasal 13, ayat (2) UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PERPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dengan tujuan melindungi dan menjamin hak-hak para investor untuk diberikan kemudahan, percepatan dan penyederhanaan proses pengurusan Persetujuan Lingkungan sebagai persyaratan permohonan Perijinan Berusaha.
Menurut hemat penulis ada beberapa langkah strategis yang dapat diambil oleh Kementerian LH untuk menyederhanakan, mempercepat dan menyederhanakan proses Persetujuan Lingkungan, yaitu :
– Pembuatan kebijakan apapun di bidang lingkungan hidup yang berkaitan dengan Perijinan Berusaha melibatkan partisipasi publik, dalam hal ini instansi yang membidangi lingkungan hidup di daerah-daerah, perwakilan Akademisi, APPINDO, KADIN,NGO dan pihak-pihak lain yang terkait.
– Mengevaluasi kembali pembagian kewenangan penerbitan Persetujuan Lingkungan antara Pusat dan Daerah dengan tujuan mengurangi beban kerja Kementeria LH dalam menangani penerbitan Persetujuan Lingkungan bagi usaha dan/atau kegiatan yang berdosimisili di seluruh wilayah Indonesia yang notabene memerlukan dukungan sumber daya yang besar dan memadai untuk tercapainya target pelayanan prima. Sebagai contoh adalah pengurusan Persetujuan Lingkungan usaha dan/atau kegiatan bersiko menengh dan menengah-tinggi seyogyanya dikembalikan lagi ke Propinsi/Kabupaten/Kota, terlebih lagi perusahaan PMA mereka harus benar-benar mendapat pelayanan Perijinan Berusaha yang mudah, cepat dan biaya sederhana sehingga mereka akan berbondong-bondong berinvestasi di negara kita.
– Menghindari pembuatan kebijakan yang cendrung monopoli dan sentralistik sehingga pelaksana kebijakan di daerah memiliki kekeluasaan untuk mengambil inisiatf dalam mempermudah, mempecepat dan menyederhanakan pelayanan penerbitan Persetujuan Lingkungan.
– Tidak keseringan mengganti kebijakan yang muatan materinya tidak jauh berbeda dalam waktu yang singkat sehingga menyulitkan pelaksana kebijakan di daerah dan menyulitkan para pelaku usaha dan/atau kegiatan yang sedang dan/atau mengurus Persetujuan Lingkungan..
Dari 4 langkah strategis Kementrian LH seperti tersebut di atas, diharapkan iklim investasi dapat terus tumbuh karena para investor akan terjamin kenyamananya untuk berinvestasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dampaknya sangat positip bagi penyerapan tenaga kerja sebagai solusi jitu untuk mengurangi pengangguran yang jumlahnya terus meningkat seiring berjalannya waktu. Kemudian roda ekonomi pun akan kembali bergerak seiring dengan meningkatnya pendapaatan per capita masyarakat.
Memang tidak mudah untuk merubah mindset perilaku birokrasi sebagai pelayanan publik, oleh karena itu fungsi pengawasan preventif agar benar-benar dijalankan dengan maksimal oleh lembaga pengawasan pelayanan publik yaitu DPR, Ombudsman, dan masyarakat.
Tidak terkecuali Lembaga Kesekretariatan Negara yang memiliki fungsi pengadministrasian peraturan perundang-undangan untuk melakukan check and recheck sebelum dilakukan pengesahan oleh Prisiden/Wakil Presiden selaku fungsi eksekutif agar dikemudian hari tidak menimbulkan hambatan-hambatan dalam pekasanaannya di lapangan.
Penulis adalah Direktur Advokasi Jaringan Aktivis Lingkungan Hidup Indonesia Lestari (JALHI).
(*)